LINTAS KALIMANTAN || Lagi dan lagi, insan publikasi di Kabupaten bertajuk Bumi Saijaan dibuat tercengang dengan adanya informasi ihwal aksi kong kali kong para lintah birokrat proyek pembangunan di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, dalam hal menggarong Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Kali ini, ada tiga warga masyarakat Kotabaru yang mengadu ke Polisi lantaran merasa ditipu milyaran rupiah gegara terkena bujuk rayu oknum mafia proyek pembangunan dari salah satu jasa konstruksi berbendera PT Kurnia Indah Dwiaji.
Kepada pewarta mereka menceritakan ihwal bobroknya birokrasi di dalam Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kotabaru dalam hal memainkan drama konspirasi ajang bisnis proyek pembangunan.
“Proyek Aspal Jalan Lalapin dikerjakan oleh perusahaan PT Kurnia Indah Dwi Aji selaku Directur Utama (pemilik PT) Eriza Bayu Kurniawan, Directur Cabang Nofri Andi, Pelaksana Lapangan Edwin Gemma Pratama. Namun dibalik tiga orang tersebut ada dua nama yang perannya justru melebihi pejabat penting di PT Kurnia Indah Dwi Aji. Dia adalah Meihendra Santoso.” Ujar Iwan, salah satu korban yang merasa dirugikan atas kegiatan proyek pemerintahan tersebut.
Diketahui Meihendra Santoso atau Indra, lanjutnya, sebagai pengatur anggaran untuk pengondisian Proyek ke Pejabat dinas terkait dan ada juga ke salah satu Aparat Penegak Hukum (APH)di Kotabaru.
“Ternyata Indra adalah orang yang pertama yang memenangkan Proyek Aspal jalan Lalapin dengan meminjam bendera kepada PT bernama PT Kurnia Indah Dwi Aji milik Eriza Bayu Kurniawan. Yang kemudian Indra menggandeng Nofri Andi di tunjuk sebagai Directur Cabang. Sementara pengatur pekerjaan dan penguasa anggaran di kemudikan oleh Indra.” jelasnya,
Selain itu, ternyata masih ada satu nama lagi bertugas sebagai pencari investor untuk membiayai pekerjaan proyek pengaspalan jalan Lalapin agar tetap berjalan sesuai harapan. Ia adalah Edwin dan Yahya.
“Hasil akhir proyek itu hanya mampu dikerjakan 67 persen dengan kondisi pekerjaan tidak sesuai kualitas yang di harapkan.” Ucap Iwan dengan didampingi beberapa rekannya yang juga menjadi korban skandal proyek tersebut.
Menurutnya, aksi dugaan skandal penipuan itu terjadi ketika Yahya bersama Edwin selaku pelaksana kegiatan atas proyek tersebut mengajak kerjasama Iwan untuk mensuport keuangan pembangunan jalan Trans Lalapin.
“Untuk meyakinkan, Edwind dan Yahya membawa dokumen kontrak pekerjaan proyek lalapin dari DPUPR Kotabaru dengan menjanjikan sesuatu agar saya tertarik. Singkat cerita akhirnya saya mensuport biaya awal pekerjaan. Diawal, pembayaran berjalan lancar namun memasuki tahap kedua pembayaran mulai tersendat sehingga dana saya tertahan hingga mencapai 1,4 Miliyar lebih.”jlentrehnya
Sementara itu, menurut Iwan, korban atas proyek tersebut ternyata tidak hanya ia saja. Ada lagi nama Mijoyanto, selaku kepala Desa Lalapin yang juga diminta mensuport terkait armada pengangkut material dan penjagaan proyek (waker), serta penyiramaan lokasi pekerjaan yang semuanya melibatkan warganya.
“Atas kegiatan itu Pak Mijoyanto hingga menggelontorkan anggaran sebesar Rp 350 juta lebih. Hingga saat ini uang itu juga tak dibayarkan oleh kontraktor.” terangnya dengan nada kesal.
Selain Kepala Desa Lalapin, Iwan juga menyampaikan, ada juga nama Arif Sugianto, yang bekerja sama mensuport material LPA-LPB atau batu biscrose.
“Untuk Arif Sugianto masih menyisakan tagihan mencapai Rp 250 juta lebih yang juga belum dibayarkan. Sementara proyek tersebut memakan cuan rakyat senilai Rp 7,5 miliyar. Dan informasinya uang proyek itu sudah cair dua kali dengan total Rp 4,5 miliyar ke rekening Kontraktor. Pertama 2 miliyar kemudian pencarian kedua 2.5 miliyar,” tandasnya.
Yang lebih mencengangkan lagi dalam pengaduan Iwan, ke Unit Tindak Pidana Korupsi Polres Kotabaru, ia juga menkronologikan ihwal skandal aliran uang pengondisian untuk beberapa orang pejabat Dinas.
Diantaranya seperti juga salah satu pegawai ULP (Unit Layanan Pengadaan) dan salah satu APH di Kotabaru yang disebutkan dalam bukti transfer dari rekening atas nama Eriza Bayu Kurniawan ke Meihendra Santoso senilai Rp 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah) dengan keterangan Indra Poryek Lalapin-Polres KTB.
Cuan pengondisian pertama diserahkan oleh directur cabang Nofri Andi, bersama dengan Indra, selaku pengatur anggaran untuk diserahkan kepada Agus Tri Prasetiawan, selaku Kepala Bidang Dinas PUPR senilai Rp 30 Juta.
Kemudian mereka juga diserahkan uang kepada salah satu pegawai Unit Layanan Pengadaan(ULP)atas nama Nurul (Perempuan) sebesar 130 juta.
Dalam aduan itu diceritakan, penyerahan uang tersebut langsung diantar ke rumah Nurul, oleh Directur PT Kurnia Indah Dwi Aji cabang atas nama Nofrie.
Selanjutnya, melalui transfer sebanyak Rp 100 juta dari Directur Utama PT Kurnia Indah Dwi Aji atas nama Eriza Bayu Kurniawan, kepada Meihendra Santoso, pada Desember 2024 dengan keterangan sebagai “Dana Proyek Lalapin Indra-Polres”.
Tal hanya itu, Eriza Bayu Kurniawan selaku Directur Utama PT Kurnia Indah Dwi Aji juga mentransfer atas permintaan Agus, Kabid Bina Marga Dinas PUPR, dengan rekening yang dikirimkan Agus melalui chat watshap ke Eriza Bayu Kurniawan, atas nama Loo Rudy Santoso, sebesar Rp 250 juta dengan keterangan “Lalapin Pembayaran Material”.
Saat ini, Iwan dan kawan-kawan berharap persoalan tersebut bisa diselesaikan secara hukum yang berlaku.(*/rls/duk).

