LINTASKALIMANTAN.CO || PONTIANAK — Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji menyampaikan protes keras kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyebutkan bahwa Kalbar memiliki capaian vaksinasi yang rendah. Padahal menurut gubernur, rendahnya capaian vaksinasi itu karena kiriman vaksin dari pusat yang juga rendah.
Dijelaskan gubernur, target vaksinasi Kalbar sebesar 3,8 juta orang. Artinya membutuhkan 7,6 juta dosis vaksin. Sementara vaksin yang baru dikirimkan, kata Midji, baru sekitar 1,3 juta dosis vaksin. Dari total vaksin yang sudah dikirimkan, sudah 1,03 juta dosis vaksin yang sudah digunakan. Sampai dengan 25 Agustus 2021, 633.419 orang sudah disuntikan vaksin dosis pertama atau sebesar 16,36 persen, 411.236 orang yang sudah menjalani penyuntikan vaksin dosis kedua atau sebesar 10,62 persen.
Gubernur Kalbar Sutarmidji tak terima disebut wilayahnya masuk kategori vaksinasi rendah. Dia mengatakan stok dari pemerintah pusat sedikit jadi penyebabnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya mau klarifikasi Pak Menteri masalah vaksin. Vaksin Kalbar selalu disebut terkecil capaiannya. Bukan capaiannya yang rendah, tapi vaksin yang tidak dikirim ke Kalbar. Apa yang mau disuntikan? Air hujan?,” ungkapnya Jum’at (27/08).
Orang nomor satu di Kalbar ini menuturkan, jatah vaksin yang diterima Kalbar hampir semuanya sudah disuntikan. Sisa stok vaksin yang ada saat ini kata Midji, disiagakan untuk pelaksanaan vaksinasi dosis kedua bagi masyarakat yang sudah menjalani vaksinasi dosis pertama.
“Untuk vaksin pertama kita masih hitung-hitung, bisa apa tidak digunakan untuk vaksinasi pertama, karena kita khawatir tidak ada vaksin untuk kedua. Nanti masyarakat salahkan kita lagi. Cobalah kalau mau capaiannya tinggi, distribusinya merata, kalau yang lain 40 persen, semua daerah se-Indonesia juga harus 40 persen juga. Jangan sampai seperti misalnya Jakarta 70 persen, Kalbar cuma 16 persen, pasti tidak nyampailah,” katanya.
Menurut Midji, di masa pandemi ini tak baik bekerja asal-asalan dan serba pencitraan. Midji bilang, suatu pekerjaan yang dilandasi dengan pencitraan tentu tidak akan menghasilkan hal yang benar. Bersifat semu.
“Saya tidak mau kerja pencitraan. Apa yang ada sampaikan saja, supaya semua terselesaikan dengan baik. Kalau kerja pencitraan selalu menutupi kelemahan, akhirnya tidak genah. Kelemahan pasti terungkap, tidak mungkin tidak, kalau ditutupi terus, suatu waktu pasti terungkap. Tak mungkin bisa dipertahankan. Makanya kerja jangan pencitraan, kerja saja,” tutupnya. (***)