LINTAS KALIMANTAN | Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya kembali menjadi sorotan publik setelah dianggap keliru dalam menerapkan hukum pada sejumlah perkara yang ditanganinya.
Setelah sebelumnya menuai kontroversi karena membebaskan Saleh (39), yang dikenal sebagai bandar besar narkoba, kali ini putusan atas kasus Indra Gunawan (45) dinilai mencederai keadilan.
Indra Gunawan divonis 2,5 tahun penjara atas dakwaan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan,meski kuasa hukumnya menilai perkara tersebut seharusnya masuk ranah hukum perdata, bukan pidana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Majelis hakim keliru dalam memutus perkara ini. Klien kami tidak terbukti melanggar unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP. Kasus ini adalah sengketa jual beli tanah yang sah menurut hukum, sehingga tergolong wanprestasi, bukan pidana,” tegas Windu Sukmono, SH, kuasa hukum Indra Gunawan, Kamis (29/1/2025).
Kasus ini bermula dari perjanjian jual beli tanah antara Indra Gunawan dan saksi korban Asran alias Maradona. Indra belum menyerahkan tanah yang menjadi objek perjanjian karena sedang bernegosiasi untuk membeli kembali lahan tersebut.
Windu menilai, kegagalan Indra memenuhi kewajiban dalam perjanjian adalah persoalan wanprestasi, yang semestinya diselesaikan melalui gugatan perdata, bukan pidana.
“Jika ada pihak yang merasa dirugikan, jalur hukum yang tepat adalah gugatan wanprestasi di peradilan perdata. Putusan hakim tingkat pertama ini mencederai prinsip keadilan,” ujar Windu.
Windu berharap Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palangka Raya dapat menerima memori banding yang diajukan, sehingga vonis terhadap Indra Gunawan dapat dibatalkan.
“Keputusan yang adil sangat kami harapkan. Kami percaya keadilan akan ditegakkan dalam perkara ini,” pungkasnya.
Kontroversi ini menambah daftar panjang sorotan terhadap kinerja PN Palangka Raya, yang sebelumnya juga mendapat kritik atas pembebasan Saleh, seorang bandar narkoba yang telah divonis 7 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. (*/rls/red)