LINTAS KALIMANTAN | Proses hukum terhadap Kepala Desa (Kades) Pamalian, Kecamatan Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), berinisial ATS, yang tersandung kasus perzinahan masih terus bergulir. Hampir tiga bulan sejak ditetapkan sebagai tersangka, kasus ini belum juga dilimpahkan ke Kejaksaan.
Kapolres Kotawaringin Timur, AKBP Risky Maulana Zulkarnain, melalui Kasat Reskrim Polres Kotim, AKP Iyudi Hartanto, membenarkan bahwa kasus tersebut masih dalam proses hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kasus ini sudah masuk tahap satu, tetapi belum sampai tahap dua. Ketiga tersangka dalam kasus ini tidak ditahan karena ada ketentuan hukum yang mengaturnya,” ungkap AKP Iyudi Hartanto, Senin (10/3/2025), dikutip dari Berita Sampit.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, ATS ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian pada 18 Desember 2024, setelah sebelumnya dilaporkan oleh istrinya yang berinisial EY pada 11 Desember 2024. Laporan itu dibuat usai EY menggerebek langsung suaminya bersama wanita selingkuhannya berinisial WW di sebuah kamar hotel di Kota Sampit pada 10 Desember 2024.
Proses Pemberhentian Kades Menunggu Kebijakan Bupati
Seiring dengan kasus hukum yang menjeratnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kotim, Raihansyah, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyampaikan surat kepada Bupati Kotim terkait pemberhentian ATS dari jabatannya sebagai Kepala Desa Pamalian.
“Terkait pemberhentian, kami masih menunggu kebijakan Bupati Kotim. Prosesnya tidak bisa dilakukan seketika karena ada tahapan administrasi yang harus dilalui sesuai aturan,” ujar Raihansyah.
Sebelumnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pamalian telah mengusulkan pemberhentian ATS pada 27 Desember 2024. Namun, sesuai aturan Kementerian Dalam Negeri, seorang kepala desa hanya dapat diberhentikan jika telah menjadi terpidana dengan putusan hukum yang inkrah, mengundurkan diri, meninggal dunia, tidak mampu menjalankan tugas, atau dianggap meresahkan masyarakat.
“Dalam kasus ATS, dasar yang digunakan adalah perbuatannya yang telah meresahkan masyarakat,” jelasnya.
Meski tengah tersandung kasus hukum, ATS masih tetap beraktivitas di kantor desa, yang menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat. Banyak warga menilai ATS seolah kebal hukum dan tidak memiliki rasa malu atas perbuatannya. Mereka berharap pemerintah segera mengambil tindakan tegas, minimal menonaktifkan ATS dari jabatannya hingga kasusnya memiliki keputusan hukum yang tetap.(*/red)