LINTAS KALIMANTAN.CO | Lalu lintas jalan di Kabupaten Kutai Barat (Kubar) Provinsi Kalimantan Timur kian ramai dalam beberapa bulan terakhir. Salah satunya di kecamatan Sekolaq Darat.
Ribuan kendaraan silih berganti melintas dari kampung Sumber Bangun menuju Sekolaq Joleq, Sekolaq Darat, Srimulyo, Sekolaq Muliaq hingga kampung Mentiwan.
Kemudian masuk ke jalan dua jalur di kelurahan Melak Ulu kecamatan Melak. Jalan aspal sekitar 20 kilo meter itu nampak rusak di beberapa titik. Mulai dari samping SPBU Sekolaq Darat sampai kampung Srimulyo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Paling parah terdapat di kampung Sekolaq Muliaq hingga Simpang Tiga Mentiwan dengan lubang-lubang sepanjang jalan.
Kepala kampung Srimulyo Senen, mengatakan kerusakan jalan ini terjadi akibat tingginya mobilitas kendaraan dalam 3 bulan terakhir.
Anehnya menurut dia, ribuan kendaraan itu mayoritas bukan milik masyarakat setempat tetapi kendaraan pengangkut minyak kelapa sawit (CPO) dan batu bara.
“Itu mobil CPO yang roda sepuluh dan mobil koridor (batubara) yang paling banyak. Ngga ada berhentinya, siang malam. Hujan aja baru berkurang. Makanya jalan ini jadi cepat rusak,” kata Senen saat ditemui wartawan di kediamannya kampung Srimulyo, Rabu 12 April 2023.
Menurutnya, beberapa tahun lalu hanya mobil CPO yang kerap melewati kecamatan Sekolaq Darat. Namun sejak akhir 2022 lalu, kendaraan makin banyak. Yaitu mobil-mobil truk muatan batu bara yang selalu ditutupi terpal. Warga menyebut dengan mobil koridor, merujuk pada tambang illegal.
“Kalau mobil koridor itu dari mana-mana kita ngga tau. Ada yang dari kampung Dingin, Muara Lawa sana,” kata mantan prajurit TNI tersebut dilansir dari rri
Pengakuan senada disampaikan Petinggi Sekolaq Darat Katipianus menyebut kerusakan jalan di wilayah setempat makin parah seiring bebasnya angkutan batu bara menggunakan jalan umum. Ironinya supir-supir batu bara terkesan arogan menggunakan jalan umum.
“Kendaraan tambang ini sesukanya melintas di jalan umum. Kalau ada jalan yang lubang mereka ngambil jalan yang bagus, akhirnya yang menjadi korban ini masyarakat kita yang menggunakan kendaraan kecil atau sepeda motor,” ujar Kapitianus Jumat 14 April 2023.
“Mobil tambang dan CPO ini kaya mereka jalan di jalan perusahaan aja, sementara ini jalan umum. Ya jalan kita ini jadi makin rusak,” lanjutnya.
Dia mengaku sejak mobil-mobil tambang memakai jalan umum, warga setempat sudah protes. Tetapi para pengusaha tambang maupun sawit terkesan tutup mata.
“Jalan kita ini masih bagus jalan tambang. Karena kalau jalan tambang, rusak langsung digleder. Di sini kalau kita ngga gertak mau tutup jalan, nda ada mereka mau perbaiki. Alasannya itu jalan pemerintah, sementara yang kasi rusak mereka,” keluh sang Kades.
Tingginya mobilitas angkutan CPO dan batu bara membuat warga jadi was-was. Lantaran banyak supir ugal-ugalan.
“Banyak sudah yang kecelakaan. Mereka main ngebut kejar setoran tapi kita yang jadi korban. Belum lagi debu sepanjang hari. Makanya kami minta mereka perbaiki. Kami tidak melarang tapi tolonglah bantu perbaiki yang lubang-lubang itu,” tegasnya.
Katipianus menambahkan, dia dan sejumlah petinggi di Sekolaq Darat sudah meminta bantuan perbaikan. Tetapi baru dilakukan penimbunan tanah pekan lalu.
“Baru hari Jumat lalu mereka perbaiki. Itupun hanya siram tanah aja,” katanya.
Keresahan masyarakat akibat jalan rusak itu juga diakui kepala kampung Sekolaq Muliaq Nanang Agi.
Menurutnya, warga setempat mengeluh jadi korban debu akibat jalan rusak. Warga pun berulang kali mengadu namun mereka pasrah karena tak ada solusi.
“Kalau sudah panas itu mereka konvoi. Itu rumah sampai tidak kelihatan terkena debu semua. Sampai hari ini warga datang mengadu ke saya, tapi kita mau mengadu kemana,” keluhnya.
Dia hanya berharap pemerintah atau instansi berwenang mengatur kendaraan CPO dan batubara agar beroperasi pada malam hari.
“Karena kalau siang itu sangat-sangat mengganggu. Baik anak sekolah, pegawai maupun masyarakat umum,” harap Nanang.
Warga RT 04 Kampung Muliaq, Sikap jadi salah satu yang paling merasakan dampak kerusakan jalan tersebut. Lantaran jalan rusak persis di depan rumahnya sehingga tiap hari dia dan keluarganya makan debu.
Bahkan Sikap terpaksa menyiram jalan secara sukarela. Usaha warung makan pun terpaksa ditutup pada siang hari.
“Selain lubang, otomatis debu karena rumah kita di pinggir jalan. Nah dengan debu ini otomatis menambah anggaran pengeluaran kita untuk menyiram jalan. Itu sangat mengganggu sekali. Warung makan juga saya tutup karena namanya debu ini biar tutup tetap masuk,” ungkapnya.
Dia tak mempersoalkan penggunaan jalan umum oleh angkutan CPO maupun batubara. Namun dia meminta volume angkutan dikurangi agar jalan tidak cepat rusak.
“Inilah yang mestinya diawasi oleh pihak-pihak yang berwenang. Karena ini memang ada pembiaran sampai jalan rusak begini. Mereka yang dapat untung kok kami yang jadi korban. Tolonglah pemerintah dan aparat itu bertindak.
“Kalau kami masyarakat ini takut karena banyak aturan. Nanti malah kami yang disalahkan kalau sampai kami tutup jalan umum,” tutupnya. (*/rls/red).