LINTASKALIMANTAN.CO || PONTIANAK — Kepala Program Magister Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura, Dr Hermansyah, SH MHum memberikan komentar terkait seorang warga Landak yang terancam hukuman mati di Malaysia kepada Awak media Pontianak, di kediamannya, Jl Danau Sentarum, Sungai Bangkong, Kecamatan Pontianak Kota, Kota Pontianak, pada Minggu.
Yang mana seorang warga Kabupaten Landak, Kim Loi terancam hukuman mati setelah didakwa telah membunuh Wong Jing Soon (24) dan Ngu Yu Soon (25). Selain itu, ia juga diduga melakukan penganiayaan terhadap nahkoda kapal Ngu Swee Hock (52) menggunakan parang.
Peristiwa tersebut terjadi pada 16 Agustus 2021 lalu sekitar pukul 02.20 waktu setempat di atas kapal yang sedang berlabuh di Dermaga Taman Industri Ringan Muara Tabuan, Jalan Setia Raja, Ku- ching, Malaysia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Program Magister Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura, Dr Hermansyah, SH MHum mengatakan bahwa tidak pidana yang melibatkan Warga Negara Indonesia (WNI) pernah terjadi sebelumnya.
“Ini bukan pertama kalinya WNI khususnya warga Kalimantan Barat yang diancam dengan hukuman mati akibat perbuatan tindak pidana di Malaysia,” jelasnya.
Dirinya mengatakan bahwa hukum negara Malaysia dan Indonesia tidak terlalu jauh berbeda.
“Perlu saya katakan bahwa sistem hukum di Malaysia secara umum tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Contohnya terhadap pembunuhan yang dilakukan secara berencana (Mord) maka di KUHP Pasal 340 juga diancam hukuman mati,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa sanksi hukuman tersebut secara umum ialah sama.
“Pada dasarnya sanksi hukuman antara di Malaysia dengan di Indonesia terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang karena melakukan pembunuhan itu sama,”
Kendati demikian, ia meminta agar motif pembunuhan tersebut lebih didalami.
“Menurut media kan ia membunuh dua orang nahkoda kapal. Tapi mengapa itu dilakukan masih belum dapat dipahami, pemberitaan media masih umum dan tidak spesifik. Apakah ia melakukan itu karena diancam, apakah karena dikeroyok atau mungkin ia membela diri kan kita tidak tahu. Namun yang ingin saya sampaikan harusnya alasan ia melakukan itu harus jelas,” katanya.
Demikian pula ia mengatakan bahwa keluarga memiliki hak untuk melakukan pembelaan.
“Keluarga memilit hak untuk melakukan pembelaan dan memberikan bantuan kepada Kim Loi. Yaitu dengan menyediakan pengacara baik lokal maupun setempat untuk melakukan advokasi atau pembelaan. Saran saya lebih tepat pengacara setempat karena ia lebih memahami dengan baik kultur dan sistem hukum yang ada di Malaysia. Tapi tentu itu butuh dana,” ungkapnya.
Kemudian ia meminta pemerintah Indonesia untuk turut menyelesaikan perkara tersebut.
“Oleh karena itu, saya pikir pemerintah harusnya juga turut memberikan perlindungan kepada Kim Loi ini. Memberikan perlindungan bukan berarti membela sesuatu yang salah, sebelum diputuskan di pengadilan masih saja atas praduga tak bersalah harus dimainkan. Artinya sepanjang itu juga bisa jadi ia melakukan pembunuhan karena mungkin terpaksa. Sehingga dibutuhkanlah para ahli hukum untuk melakukan pendampingan,” jelasnya.
Ia juga menerangkan bahwa pemerintah Indonesia harusnya hadir dalam persoalan seperti ini.
“Bagaimana cara hadirnya negara, yaitu dengan meminta kepada kedutaan di Malaysia untuk memberikan bantuan hukum atau bantuan apapun,” katanya.
Kemudian ia menjelaskan pentingnya negara untuk hadir dalam peristiwa tersebut.
“Karena dalam KUHP ada namanya Asas Nasional Pasif. Ini esensinya adalah bagaimana hukum pidana memberikan perlindungan kepada WNI yang kebetulan melakukan tindak pidana di luar dan diproses dengan sistem hukum luar. Mengacu kepada Asas Nasional Pasif ini negara bisa berusaha entah dengan diplomasi kelas tinggi, meminta proses hukum diadili di Indonesia. Sehingga itu juga bagian dari upaya negara untuk melindungi warga negaranya,” terangnya.
Mengenai vonis ancaman hukuman mati, ia menjelaskan bahwa itu tergantung pendalaman kasus tersebut.
“Sampai sejauh mana pengadilan tersebut membuktikan kebenaran berdasarkan bukti-bukti yang ada. Berdasarkan berupa physical evidence, keterangan saksi juga. Nah itu sampai sejauh mana. Tapi dalam hal ini saya mendorong negara untuk memberikan perlindungan. Persoalan berhasil atau tidak kita upaya saja dulu. Pembicaannya tentu sudah pada level diplomasi antar negara. Tentunya dengan diplomasi yang elegan,” jelasnya.
Negara, ia meminta pemerintah pusat untuk turut andil menyelesaikan perkara tersebut.
“Menyangkut masalah diplomasi internasional itu menjadi ranah pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak diberikan kewenangan untuk melakukan hubungan internasional kecuali kerjasama-kerjasama. Maksud saya pemerintah pusat bisa saja melimpahkan kewenangan itu kepada pemerintah daerah,” tuturnya.
Mengenai pihak keluarga yang belum mendapat kabar lebih lanjut ia mendorong pemerintah untuk turut andil dalam menyelesaikan perkara tersebut.
“Kalau seandainya benar Kim Loi melakukan pembunuhan dan sekarang sudah ditahan di Malaysia maka perwakilan kita yang ada di Malaysia harus menanyakan dan mencari informasi. Tidak bisa hanya berdiam diri, itu kan wakil negara yang berfungsi untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada negaranya. Cepat hubungi keluarga yang bersangkutan, diberi tahu. Kalau sampai saat ini masih belum ada informasi atau keterangan yang diberikan perwakilan Indonesia di sana kerjanya apa saja,” jelasnya. (*)
Sumber : Rilis
Editor : Anung