LINTASKALIMANTAN.CO || Kejahatan terhadap anak dibawah umur kerap terjadi di wilayah Kabupaten Barito Utara yang bermotto Iya Mulik Bengkang Turan. Dan hampir setiap tahun untuk angka kejahatan terhadap anak dibawah umur selalu ada sehingga menjadi perhatian untuk pemulihan trauma korban setelah mengalami tindak kejahatan sangat dibutuhkan pendampingan seorang ahli psikolog.
Untuk hal itu, Pemerintah Kabupaten Barito Utara belum memiliki ASN Psikolog di Kantor Pemerintahan untuk menangani berbagai permasalahan khususnya tindak kejahatan terhadap anak dibawah umur.
Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Barito Utara eveready Noor melalui Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Pemberdayaan Kelembagaan, dan Komunitas Adat Terpencil, Dinas Sosial PMD Kabupaten Barito Utara (Barut) Walter mengatakan bahwa saat ini Pemkab Barito Utara belum ada tenaga psikolog untuk mendampingi anak di bawah umur, korban kejahatan, terutama kejahatan seksual.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita sudah usulkan dan sangat mengharapkan perekrutan tenaga psikolog saat seleksi ASN. Psikolog sebagai pendamping anak di bawah umur yang menjadi korban kejahatan, terutama kejahatan seksual ” ucap Walter.
Selama ini, kata Walter, jika ada anak menjadi korban maupun pelaku kejahatan, Dinas Sosial PMD cuma bisa mengandalkan pekerja sosial masyarakat (PSM). Penanganan bekerjasama dengan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Barito Utara.
“Kita butuhkan seorang ahli psikolog, karena korban yang masih di bawah umur perlu penanganan khusus. Semoga ini bisa mendapat respon dari penentu kebijakan. Psikolog ditempatkan pada Bidang Rehabilitasi Sosial,” Terangnya.
Selain belum punya psikolog, Kabupaten Barito Utara juga belum memiliki rumah singgah bagi PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial).
Data yang disadur dari situs Kementerian Sosial RI, ada puluhan jenis PMKS yang harus ditangani pemerintah, yakni : (1) Anak balita terlantar, (2) Anak terlantar, (3) Anak yang berhadapan dengan hukum, (4) Anak jalanan, (5) Anak dengan kecatatan, (6) Anak korban tindak kekerasan.
Kemudian, (7) Anak yang memerlukan perlindungan khusus, (8) Lanjut usia terlantar, (9) Penyandang disabilitas, (10) Tuna susila, (11) Gelandangan, (12) Pengemis, (13) Pemulung, (14) Kelompok Minoritas, (15) Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP), (16) Orang dengan HIV/ AIDS, (17) Penyalahgunaan napza, (18) Korban trafiking, (19) Korban tindak kekerasan.
Selanjutnya (20) Pekerja migran bermasalah sosial, (21) Korban bencana alam, (22) Korban bencana sosial, (23) Perempuan rawan sosial ekonomi, (24) Keluarga fakir miskin, (25), Keluarga bermasalah sosial psikologis, dan (26) Komunitas adat terpencil. (*/rls/lk1/rif/red)