SINTANG || Sebanyak 12 murid dari SDN 26 Jengkarang, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat rela bertaruh nyawa menggunakan sampan melewati riam demi bisa mengikuti ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer) yang diselenggarakan di SDN 23 Kemangai yang terletak di Ibu Kota Kecamatan Ambalau.
Kepala SDN 26 Jengkarang, Mosan mengatakan, perjalanan dari Desa Jengkarang ke Ibu Kota Kecamatan memakan waktu nyaris 1 hari. Beberapa tempat yang riamnya terlalu berbahaya mengharuskan sampan mereka menepi untuk menurunkan anak-anak dan menyisakan para orang tua yang berada di sampan. Murid-murid ini berjalan kaki kurang lebih selama 30 menit dan membiarkan para orang tua memastikan sampannya melewati tempat yang berbahaya tersebut terlebih dahulu untuk kemudian baru naik ke sampan lagi melanjutkan perjalanan.
“Saat melewati gelombang yang besar, anak-anak terpaksa harus diantar dulu ke darat (untuk berjalan kaki). Kami membawa anak-anak ini cukup membahayakan karena airnya cukup besar. Awalnya orang tua murid tidak mengizinkan untuk berangkat, tapi saya bilang ini sudah program pemerintah, apapun yang sudah diprogramkan pemerintah kita ikuti,” ujar Mosan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mosan melanjutkan, pada perjalan berbahaya tersebut ada 6 orang tua murid dan 1 guru yang ikut mengawal, memastikan anak-anaknya sampai ke tempat pelaksanaan ANBK dengan selamat. Mosan berharap kedepannya ada perhatian untuk pengadaan guru di SD mereka sehingga tidak perlu lagi harus bertaruh nyawa demi bisa mengikuti ANBK.
Sementara itu, Pak Marjani, salah seorang orang tua murid yang ikut mengantar anak-anaknya mengikuti ANBK ini mengatakan rute yang mereka lalui adalah dari Jengkarang menuju Kepala Jungai menggunakan speed boat kurang lebih 30 menit, kemudian dilanjutkan berjalan kaki kurang lebih 1 jam, dilanjutkan lagi menggunakan long boat yang memakan waktu kurang lebih 3 jam. Di riam-riam sepanjang perjalanan inilah anak-anak harus turun berjalan kaki karena orang tua takut membawa mereka melalui derasnya arus air.
“Satu hari full perjalanan dari SD kami ke SD penyelenggara ANBK,” ujarnya.
“Kami orang tua murid meminta penambahan guru yang PNS. Selain dari Kepala Sekolah kita memang kekurangan (Guru) yang mengerti komputer,” tambahnya.
Marjani melanjutkan sesungguhnya jaringan internet di Desa Jengkarang sudah baik, hanya saja memang tenaga pendidik yang memahami komputer yang sangat minim, hanya Kepala Sekolah saja yang mengerti mengoperasikan komputer. Ia berharap pemerintah dapat mengadakan tenaga pengajar baik PNS, Kontrak maupun P3K yang menguasai komputer sehingga anak-anak mereka tidak harus bertaruh nyawa demi bisa mengikuti ANBK seperti sekarang ini. (*/rls/stg/red)