LINTASKALIMANTAN.CO || BANJARMASIN — Kapal feri penyeberangan tradisional di Sungai Alalak rute Banjarmasin-Barito Kuala dan sebaliknya nampak sepi penumpang, Minggu (24/10).
Sebelumnya, saat pembangunan jembatan Alalak feri penyeberangan tradisional terlihat sangat ramai penumpang. Bahkan sebagian penumpang harus mengantri karena kapal bermesin dari kayu tersebut sudah penuh muatan.
Feri penyeberangan tradisonal ini memang menjadi alternatif utama untuk mempersingkat rute perjalanan terutama pengguna roda dua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Banyak warga yang menggunakan jasa transportasi sungai ini untuk mobilitas Banjarmasin – Batola atau sebaliknya.
Selain tarifnya yang murah yakni untuk satu orang seribu rupiah dan jika ditambah kendaraan, tarifnya hanya Rp 2000 ribu.
Namun, kini bisnis yang dikelola swadaya warga Alalak itu beberapa bulan terakhir mulai merosot, sepi peminat karena jembatan Sungai Alalak sudah bisa dilewati.
Burhan salah satu pengelola penyeberangan feri tradisional sungai Alalak menjelaskan, awalnya pendapatan mereka mencapai Rp 2.000.000 (dua juta) perhari, namun semakin bertambahnya jasa fery penyeberangan tradisional, omzetnya turun menjadi Rp 800.000 (delapan ratus ribu) perhari.
Setelah jembatan Sungai Alalak bisa dilintasi, pendapatan mereka pun kembali merosot hingga 75 persen.
“Sekarang ini untuk mendapatkan 200 ribu sehari aja sudah sangat sulit, sangat sepi setelah jembatan Alalah jadi,”ungkap Burhan, Minggu (24/10).
Walau terjadi penurunan pendapatan yang cukup signifikan, Burhan bersama dua temannya Wawan dan Pawe, tetap melakoni usaha feri penyeberangan sungai Alalak.
Menurut mereka masih ada masyarakat yang menggunakan jasa penyeberangan feri miliknya selain mempertimbangkan sarana yang dimiliki jika tidak beroperasional akan rusak.
“Kami tetap aja bertahan, masih ada warga yang naik feri kami, kalo tidak beroperasional rugi juga,” kata Wawan.
Sementara itu salah satu penumpang Muzahidin warga Alalak Berangas Batola mengungkapkan lebih memilih menggunakan feri karena mempersingkat jarak tempuh dan menghindari kemacetan.
“Lebih dekat lewat feri ketimbang lewat jembatan, karena rumah saya berada ditengah, kalau lewat jembatan memutar lebih jauh,” ungkap Muzahidin. (*/rls/red)