Tak Ada Pengakuan Tanpa Regulasi Pemerintah, Rukka: Paradigma Negara Keliru!

- Reporter

Rabu, 14 September 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

LINTASKALIMANTAN.CO || Pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat, pada kenyataannya masih terbentur oleh sistem penegakan hukum yang belum mampu menerjemahkan jaminan konstitusional ke dalam peraturan operasional teknis.

Akibatnya, respons negara terhadap perjuangan masyarakat adat yang membela diri dan mempertahankan hak ulayat selalu diwarnai kriminalisasi, termasuk pembela masyarakat adatnya sebagai human right defenders.

Persoalan ini terungkap dalam diskusi publik, pada rangkaian Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) bekerjasama dengan Persaudaraan Profesi Advokat Nusantara (PERADI PERGERAKAN), berlangsung di Joglo Keadilan, Jakarta, Rabu (14/9/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam diskusi itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, menyatakan bahwa dalam banyak kasus, perjuangan masyarakat adat terhambat oleh paradigma negara yang selalu menilai bahwa eksistensi masyarakat adat hanya diakui, bilamana telah terbit peraturan tentang pengakuan masyarakat adat.

“Masyarakat adat itu sudah hidup secara turun temurun dalam wilayah adatnya, jauh sebelum negara ini berdiri. Kalau negara tidak mengakui mereka (masyarakat adat) beserta hak-hak kolektifnya. Apalagi beralasan, tidak adanya peraturan daerah tentang pengakuan masyarakat adat, itu adalah paradigma negara yang keliru,” kata Rukka memaparkan.

Hal senada  juga diungkapkan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Persaudaraan Profesi Advokat Nusantara (Peradi Pergerakan), Sugeng Teguh Santoso, SH.  Menurutnya, dengan macetnya Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Adat menunjukkan eksistensi masyarakat adat, terkesan seperti antara ada dan tiada.

“Masyarakat adat itu seperti antara ada dan tiada. Sebab, jaminan pengakuan dan penghormatan konstitusional melalui Pasal 18B ayat (2) UUD Tahun 1945, tidak ditindaklanjuti dalam peraturan operasional, yakni undang-undang. Terbukti dengan tak kunjung disahkannya RUU Masyarakat Adat yang terparkir sudah puluhan tahun,” cetus Sugeng.

Ia menjelaskan, UUD Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional, telah menjamin pengakuan dan pengormatan Masyarakat Adat melalui Pasal 18B ayat (2) UUD Tahun 1945, yang berbunyi: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Macetnya pengesahan RUU Masyarakat Adat, nilai Sugeng diakibatkan oleh banyaknya kepentingan korporasi yang terganggu bilamana RUU tersebut disahkan. Persoalan ini, tekannya lagi akan menjadi tantangan tersendiri bagi para pembela hak-hak masyarakat adat.

“Upaya mewujudkan pengesahan RUU Masyarakat Adat, merupakan tantangan dan harus dihadapi oleh para peserta PKPA PPMAN Angkatan I ini, yang diharapkan menjadi advokat pembela hak-hak masyarakat adat. Tidak ada hak terwujud, tanpa perjuangan mewujudkannya,” pesan dia.

 

Tingkatkan Kapasitas Kader Masyarakat Adat

Sementara itu, masih dalam rangkaian Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), Ketua Umum PPMAN,  Syamsul Alam Agus, SH, menyatakan bahwa, tujuan penyelenggaraan PKPA ini sebagai bentuk respons untuk memperkuat akses keadilan bagi masyarakat adat yang berhadapan langsung dengan hukum.

PKPA, terang dia, merupakan salah satu syarat utama untuk menjadi advokat, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat khususnya Pasal 2 ayat (1), yang mengatur bahwa yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana berlatar belakang pendidikan tinggi hukum.

Kemudian, setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat dan melaksankan magang selama 2 tahun terus menerus pada kantor advokat/organisasi bantuan hukum dan telah dinyatakan lulus ujian advokat.

“Untuk itu lah maksud penting penyelenggaraan PKPA ini, adalah dalam rangka memfasilitasi peningkatan kapasitas kader masyarakat adat, untuk membela kasus-kasus hukum yang dihadapi oleh anggota komunitas adat,” tegas Syamsul Alam. (gs/red/lk)

 

 

Berita Lainnya

Forum Komunikasi Publik, Strategi Pertahankan Penghargaan UHC di Kobar
Berikut Nama Menteri Kabinet Merah Putih Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto
Kobar Akan Tiru, Maraknya Media Promosikan Daerah Yogyakarta
Tingkatkan Kapasitas SDM Kontributor MMC Kobar di Yogyakarta
Iring-Iringan Pawai Sambut Trophy Penghargaan Desa Sebuai Kobar, Terbaik Nasional
Abdul Rasyid Dorong Perkembangan Olahraga Melalui Lomba Lari 10K di Pangkalan Bun
Bawaslu Kobar Gelar Sosialisasi Pengawasan Pemilih Partisipatif Gandeng Mahasiswa
Pj. Bupati Kobar Resmikan Pemeliharaan Jalan di Kecamatan Kolam
Berita ini 25 kali dibaca

Berita Lainnya

Kamis, 24 Oktober 2024 - 05:04 WIB

Forum Komunikasi Publik, Strategi Pertahankan Penghargaan UHC di Kobar

Senin, 21 Oktober 2024 - 08:58 WIB

Berikut Nama Menteri Kabinet Merah Putih Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto

Kamis, 17 Oktober 2024 - 02:31 WIB

Kobar Akan Tiru, Maraknya Media Promosikan Daerah Yogyakarta

Rabu, 16 Oktober 2024 - 06:48 WIB

Tingkatkan Kapasitas SDM Kontributor MMC Kobar di Yogyakarta

Kamis, 10 Oktober 2024 - 10:56 WIB

Iring-Iringan Pawai Sambut Trophy Penghargaan Desa Sebuai Kobar, Terbaik Nasional

Minggu, 29 September 2024 - 13:06 WIB

Abdul Rasyid Dorong Perkembangan Olahraga Melalui Lomba Lari 10K di Pangkalan Bun

Kamis, 25 Juli 2024 - 15:51 WIB

Bawaslu Kobar Gelar Sosialisasi Pengawasan Pemilih Partisipatif Gandeng Mahasiswa

Rabu, 24 Juli 2024 - 18:49 WIB

Pj. Bupati Kobar Resmikan Pemeliharaan Jalan di Kecamatan Kolam

Berita Terbaru

LINTAS POLRI

Polsek Rakumpit Dampingi Penanaman Bibit Cabai di Pager

Kamis, 24 Okt 2024 - 15:54 WIB