LINTASKALIMANTAN.CO || PONTIANAK — 19 September 2021 adalah batas waktu akhir berlakunya Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perijinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktifitas Kelapa sawit, atau yang populer dinamakan moratorium sawit.
Berbagai kalangan kemudian mendesak pemerintah untuk memperpanjang moratorium sawit. Tak dapat dipungkiri moratorium sawit telah menunjukkan capaian yang positif, namun masih menyisakan masalah dalam tata kelola perkebunan kelapa sawit.
Meskipun demikian, bisa saja pemerintah tidak memperpanjang moratorium sawit. Lantas apa dampaknya ke depan?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini semakin mempertegas bahwasanya pemerintah tidak punya itikad yang baik untuk memastikan agar kondisi lingkungan itu terjaga dan lestari,” ungkap Aktifis Walhi Kalimantan Barat Hendrikus Adam di Pontianak, pada Rabu (15/09)
Menurut Adam, tujuan instruksi presiden moratorium sawit adalah untuk meningkatkan tata kelola perkebunan sawit yang berkelanjutan, memberikan kepastian hukum, menjaga dan melestarikan lingkungan hidup termasuk penurunan gas rumah kaca.
“Pemerintah hari ini punya target sendiri untuk melakukan penurunan emisi dari angka 29 kemampuan sendiri hingga ke angka 41 persen,” papar Adam.
Sementara, lanjut Adam, praktik melalui ijin perkebunan, praktik ekstraktif sumber daya alam itu terjadi dan berkontribusi untuk melepaskan emisi yang kemudian terakumulasi menjadi pemanasan global dan pada akhirnya berdampak terhadap krisis iklim yang saat ini tengah dan terus terjadi.
“Nah, artinya ketika kemudian itu tidak dilanjutkan mengkonfirmasi tidak adanya komitmen pemerintah sendiri yang terlihat ambigu, dengan satu sisi punya keinginan menurunkan emisi tapi pada sisi yang lain kemudian menarik kebijakan yang sebetulnya strategis untuk mendorong pencapaian apa yang diniatkan untuk penurunan emisi gas rumah kaca,” beber Adam.
Di sisi lain, sambung Adam, tentu saja praktik ekstraktif sumber daya alam melalui ijin perkebunan akan semakin masif dan dampaknya kemudian pada tataran kondisi sosial, budaya dan lingkungan hidup masyarakat di komunitas yang akan semakin mengalami tekanan dan ancaman.
Adam nenuturkan berangkat dari berbagai pengalaman kisah pilu masyarakat yang dihadapkan dengan problem hadirnya kelapa sawit yang terjadi di Indonesia pada umumnya dan khususnya di Kalimantan Barat, maka akan melanggengkan situasi runyam ketika moratorium sawit itu kemudian tidak ada. (*)
Sumber : Rilis
Editor : Anung